Tentang mengapa Allah memerintahkan kita sebagai muslimah untuk
berjilbab, itu bukan sekedar perintah loh...
Memang, perintah utama yang muncul adalah seperti yang sudah
kita ketahui :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,...” (QS. 24 : 31)
Dan...
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
33 : 59)
Tapi karena Allah Maha Tahu, jelas ada maksud lainnya jika
kita mau merenungi tentang mengapa Allah perintahkan kita untuk berjilbab.
“Oh, pasti karena
wanita itu mengundang perhatian laki2 dan tubuhnya itu memang terlalu berharga
untuk diumbar, makanya diperintahkan untuk ditutupi.”
Yup, that’s right! Itu adalah apa yang sering kita dengar di
ceramah2. Untuk yang sudah “mendapatkan hidayah” itu menjadi begitu syahdu
untuk didengarkan, karena sudah merasa bahwa diri ini terlalu mahal untuk
diumbar ke sembarang orang.
Tapi masalahnya sekarang, mengapa sahabat2 kita yang belum
berjilbab tetap mempertahankan ketidakberjilbabannya? Padahal sepertinya mereka
tahu, itu sudah jadi kewajiban setiap muslimah sejak dia baligh, bukan sejak
dia merasa sudah “mampu” dan dewasa (*atau tua) untuk dapat akhirnya menutup
auratnya (*atau kecantikannya).
Hmm, dari sini nampak mencurigakan... sepertinya patut untuk
dipertanyakan tentang bagaimana SHALAT nya selama ini...???
Weits, tunggu dulu. Biar saya jelaskan hasil pengamatan saya
yang satu ini.
Selama ini setahu saya, ketika shalat, laki2 nampaknya tidak
banyak masalah mengenai bagaimana cara mereka berpakaian untuk menghadap Allah.
Yah, misalkan dengan kaos + celana jeans panjang yang utuh (*tidak rombeng sana
sini), mereka sudah “memenuhi syarat” alias menutup auratnya untuk shalat.
Benar tidak??? Namun ada juga bagi mereka yang merasa masih kurang pantas, ada
yang menggunakan peci, sarung, atau pakaian terbaiknya (*bukan asal pakai apa
yang ada) bahkan ditambah dengan semprotan parfum. Lebay? Tentu tidak, lha wong lagi menghadap Tuhannya. Menghadap
Pak Bos saat awal bekerja saja pakai kemeja terbaik malah mungkin baru, malu
dong kalau Pak Bos jadi lebih utama gitu daripada Tuhannya.
Oke, kembali lagi ke topik awal. Untuk wanita, setahu saya
sih dari zaman Rasulullah sampai saat ini belum ada peraturan baru mengenai
bagaimana wanita berpakaian untuk menghadap Allah. Yup mukena!
. . . . .
Weits... Se’ se’, memangnya
itu ya, yang diperintahkan Rasul? “Bagi muslimah, jika shalat, menggunakan
MUKENA”...??? Wah, setahu saya tidak ada dalilnya tuh. Jadi...???
Oke, memangnya mukena itu pakaian yang seperti apa? Yang menutup
kepala, leher, tangan, tubuh, kaki, yang artinya aurat juga kan? Memang ada
mukena dengan bawahan yang mini? Apa ada mukena jenis skinny? Jika ada,mungkin akan ditertawakan bahkan dihujat.
Jadi pada intinya, ya yang menutupi aurat wanita. Loh, itu kan Allah sudah
perintahkan bukan hanya dalam shalat, tapi juga dalam keseharian kan...? ??
Mukena atau yang sebenarnya jilbab juga itu ibarat pakaian
terbaik kita. Wanita yang sudah berjilbab sesuai dengan syariat (tidak ketat,
tidak transparan) pada dasarnya sudah memenuhi syarat untuk shalat. Karena syarat
berpakaian wanita dalam shalat bukanlah adanya mukena, tapi apakah dia sudah
menutupi auratnya dengan benar atau belum.
Saya jadi teringat suatu kejadian konkrit yang pernah saya
temukan. Saya beberapa kali melakukan perjalanan travel Jakarta-Bandung begitu
juga sebaliknya. Untuk keberangkatan Bandung-Jakarta, saya pergi dini hari
pukul 03.00 WIB. Tentu saja dengan keadaan tersebut, saya harus melaksanakan
shalat Subuh di dalam mobil (karena travel saat Subuh tidak berhenti di Rest Area). Saat waktu shalat Subuh tiba,
saya perhatikan beberapa orang nampaknya meninggalkan shalat Subuh begitu saja,
tapi ada juga yang tetap melaksanakannya dan beberapa yang pernah saya lihat
adalah laki2. Saya sering berpikir, bagaimana dengan wanita muslim yang belum
berjlilbab melakukan shalat Subuh nya dalam travel? Apakah sengaja menggunakan
mukenanya dalam travel untuk shalat? Ataukah beberapa berpikiran bahwa shalat
Subuh dapat dijamak? Jawabannya ..., tidak, tidak.
Alasan sederhana mengapa seorang muslimah harus berjilbab
adalah karena Allah ingin tiap hambaNya siap dalam melaksanakan perintahNya
dimana dan kapanpun berada, pada kasus ini adalah dalam melaksanakan shalat. Dari
kasus di atas yang saya bicarakan, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa wanita
yang belum berjilbab(karena saya masih mendoakan hidayah baginya) jika
dihadapkan pada kondisi di atas, akan mengalami kendala untuk melaksanakan shalat.
Sejauh ini belum pernah saya melihat dengan keadaan tersebut di atas, mereka
menyengaja memakai mukena untuk melaksanakan shalat. Alasannya entah ribet, kagok,
malu, gengsi, atau alasan lain buatannya sendiri. Maksud hati ingin
melaksanakan perintah Allah yang satu, yaitu shalat, namun meninggalkan
perintah lainnya yaitu berjilbab yang justru akan memudahkannya untuk
melaksanakan hal2 lainnya. Bukankah ini keadaan yang miris? Lantas bagaimana dengan
keislamannya, jika dia hanya melaksanakan shalat ketika dia dalam keadaan yang
menguntungkan bagi dirinya saja? Selain itu, bebas untuk meninggalkannya begitu
saja?
Allah menciptakan Islam ini untuk mudah dijalankan bagi
hamba2Nya. Allah dengan kemurahanNya bahkan memberikan kemudahan2 bagi kita
dalam melaksanakan shalat. Jika sakit, tidak mampu berdiri, maka duduklah. Jika
tak mampu duduk, berbaringlah. Jika tak ada air, bertayamumlah. Bahkan Allah
memberi kemudahan untuk menjamak dan mengqashar shalat. Tapi kita harus berilmu
dalam melaksanakannya. Maksudnya, kita laksanakan dengan mengetahui bagaimana
aturan dan syaratnya. Jamak hanya dapat kita lakukan untuk shalat Zuhur dan Ashar
atau Maghrib dan Isya. Allah tidak menciptakannya untuk shalat Subuh bahkan
batas pelaksanaannya bukanlah sampai shalat berikutnya tiba, tapi terbitnya
fajar. Itu berarti, Allah menciptakan aturan yang ketat bagi shalat Subuh ini. Jadi
apakah hanya karena alasan yang kita buat2 sendiri lantas kita tidak
melaksanakannya?
Maha Benar Allah yang telah mengatur kesinambungan
perintahNya tersebut. Hal ini jelas mengingatkan kita semua bahwa tiap perintah
yang Allah SWT berikan pada kita adalah bagi kebaikan kita karena Allah Maha
Tahu kita membutuhkannya, juga perlunya kita untuk menyeluruh dalam
melaksanakan perintahNya karena Allah memiliki skenario sempurna di balik itu
semua.
Wallahu ‘alam bishshawwab...
No comments:
Post a Comment