20.30 WIB
Babeh meneleponku.
“Mba, udah sampai
mana?”
“Masih lumayan Mba.”
“Tadi kata Ibu, itu A
Iwan mau jemput.”
“Iya Beh, aku udah
hubungin A Iwan nya.”
“Disana macet Mba?”
“Udah ga terlalu Beh,
tadi mah iya.”
“Iya nih Bapak juga
ini kena macet. Yaudah, hati2 ya..”
“Oke Beh..”
21.18 WIB
Ibu meneleponku.
“Mba, sudah sampai
mana?”
“Masih jauh Bu. Tadi
aku udah hubungin A Iwan.”
“Oh iya atuh, langsung
kasih tau A Iwan nya ya kalo udah deket.”
“Oke bu..”
“Hati-hati ya nak..”
22.03 WIB
Alhamdulillah aku sampai juga. Aku pun menghubungi A Iwan
bahwa aku sudah sampai, tapi nampaknya A Iwan masih di jalan, jadi aku tunggu
di depan Alfamart terdekat. Aku pun tak lupa menghubungi orang tua ku bahwa aku
sudah sampai dan sedang menunggu A Iwan. Tapi sepertinya Ibu dan Babeh terus
menghubungi A Iwan dan terus memantauku. Aku yang awalnya biasa saja, mulai
merasa ‘takut’.
A Iwan masih belum juga datang, sementara Alfamart sudah
akan tutup. Orang2 yang tadi satu bus denganku juga ada yang sudah dijemput,
naik taksi, atau angkot. Sementara aku masih menunggu sambil terus waspada
karena semakin sedikit orang yang aku yakini sebagai ‘orang baik2’. Untuk mengalihkan
perhatianku, aku pun melihat2 jejaring sosial, WA dan FB. Dan jika ingin tahu
kondisiku saat itu, aku masih ketakutan.
Di WA, seorang temanku mengirim link artikel kaskus yang
judulnya “Na’as, Seorang Cowok Asik
Berfoto Tidak Sadar Sang Pacar Sedang Diperkosa” dan memintaku membuka link
nya yang belakangan aku diberi tahu bahwa itu hanya kucing. Tapi jujur aku
adalah orang yang sangat imajinatif, dan aku membayangkan betapa mengerikannya
keadaan itu HANYA dari judul yang diberi temanku. Selain itu juga di grup ada
yang memberi info peringatan mengenai geng motor yang ingin membalas dendam di
daerah Pondok Gede, sehingga diharapkan untuk berhati2 jika keluar malam2 (padahal
itu jelas2 dikatakan di PONDOK GEDE, kenapa pula aku ini??!). Di FB, seorang
adik kelas memposting mengenai seoang gadis SMA yang meninggal karena terlindas
truk. Allah... apa2an ini? Pikiranku pun mulai liar (orang-orang yang kenal aku
harusnya tahu seperti apa bentuk dari jenis parno seperti ini).
Aku mulai mencoba menenangkan diriku dengan terus
beristighfar, aku yakin memang aku bisa meninggal kapan saja, tapi kekhawatiran
ini pasti syetan yang terus membisikkannya dalam hatiku dan aku tidak boleh
membiarkannya.
22.31 WIB
Alhamdulillah.. A Iwan sudah datang, aku pun merasa lebih
tenang.
***
Selama perjalanan aku merenungi apa yang terjadi pada diriku
tadi. Selain tersenyum sendiri (karena aku merasa lucu sendiri dengan ketakutanku tadi), aku sadar, aku tak bisa terus bergantung pada
Babeh. Babeh hanya salah satu perantara kemudahan bagiku dari Allah. Apakah jika
tidak ada Babeh, lantas aku tidak akan menerima kemudahan? Kalau keyakinanku
hanya sampai situ, berarti imanku bermasalah!
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” [QS. Al-Insyirah: 5-8]
Lihat, bahwa Allah SWT. meyakinkan kita
sampai 2x! Bahwa tiap ada kesulitan yang kita terima, Allah katakan ada
kemudahannya. Jika kita mendustakannya, ampun, celaka deh... Tapi, lihat dalam
akhir surat Allah mengatakan bahwa
keyakinan itu memang tidak sekonyong2 hadir, namun karena kepada Allah-lah
harapan kita digantungkan. Maka masalah ada Babeh atau tidak, sudah clear (walaupun
memang keberadaan Babeh memberikan kenyamanan tersendiri).
Awalnya aku pun tidak masalah mengenai bagaimana cara aku
sampai ke rumah, entah itu angkot atau taksi, toh dulu aku juga biasa seperti
itu. Tapi Ibu dan Bapak terus menghubungiku, memperlihatkan kekhawatirannya
padaku, aku sangat paham, SANGAT. Sebagai orang tua yang memiliki anak gadis,
tentu kekhawatiran mereka jauh lebih besar ditambah mengingat keadaan ‘masyarakat
malam’ belakangan ini yang cukup mengkhawatirkan. Namun seharusnya aku tidak
ikut dalam perasaan itu dan malah menambah parah keadaan mental diri sendiri. Dengan
bekal keyakinan pada Allah SWT, harusnya aku menjadi pihak yang memahami dan
memahamkan orang tuaku sambil terus waspada dan meminta perlindungan pada Sang
Maha Melindungi. Dan mengenai bisikan2 setan? Itu apalagi!
“Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” [QS. Al-A’raaf: 16-17]
Tuh, syetan akan terus keukeuh membisikkan apapun yang
membuat kita jauh dariNya dari berbagai arah. Strategi mereka pun variatif,
bahkan melalui hal2 sepele yang bisa jadi terlalaikan oleh kita, salah satunya
tentang kekhawatiran2 macem ni. Tapi karena Allah tahu banget kita kaya gimana,
Allah udah kasih tahu, jika sepintas saja itu membuat keyakinanku pada kuasaNya
melemah, teruslah berdzikir.
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS. Ar-Ra’du: 28]
Sekian hikmah dari pengalaman yang ceritanya puuuuaaannnjaaangggg
ini. Semoga Allah meluruskan niat aku dalam menulis cerita ini dan tersampaikan
pula pesan yang aku dapat dariNya, pada siapapun yang membaca. J
Wallahualam bishshawwab..
No comments:
Post a Comment