Aku sangat suka kucing, SANGAT.. Meskipun memang masih belum
bisa mengurusnya (berhubung ga dibolehin melihara di rumah). Jadi aku lebih
senang ngunyek2 kucing orang atau
kucing liar yang bisa didekati. Tapi harapan aku, semoga kelak jika punya rumah
sendiri, Allah izinkan aku untuk memelihara kucing, meski masih suka parno,
khawatir ribet dan menderita di bawah pengasuhanku. Makanya, harapannya sih
suami aku kelak pecinta kucing juga, dan mahir dalam memelihara kucing J.
Setelah kejadian penuh hikmah ketika di Masjid At-Tiin itu,
aku sebenarnya masih merasa tidak tenang karena aku memang tak tahu bagaimana
keadaan induk kucing dan anak2nya itu. Dan sepengelihatanku, selama beberapa
kali aku datang lagi kesana, aku belum pernah melihat lagi kucing2 lucu itu (duh jeng, namanya juga kucing, pindah2 tuh
wajar kaliii~). Jadi aku merasa misi penyelamatan kucingku belum ada yang
tuntas. Itu membuat gelar pecinta kucingku lagi2 dipertanyakan. Sampai pada
tibalah momen lain.
31 Januari 2014,
pukul 17.00 WIB(an).
Aku dan ibuku baru pulang dari hypermart MIM untuk belanja kebutuhan rumah. Karena jaraknya tak
begitu jauh dari rumah, jadi kami ke sana hanya dengan berjalan kaki. Di tengah
perjalanan memasuki jalan depan rumah, kami langsung bertemu Ajil, sepupu
kecilku yang baru berusia 1tahun 9bulan, sedang bermain di sekitar rumah
ditemani bibiku (mama Ajil). Dia terus berlari kesana kemari, yah wajar,
namanya juga anak kecil laki2, sedang aktif2nya. Namun tiba2 dia berhenti di
depan rumah tetangga dan seolah ada seekor kucing yang ingin dia beri makan.
“Ckckckck...”
“Kenapa, Jil?”
Memang terdengar ada suara kucing, namun aku tak tahu ada
dimana dia. Namun setelah kami tilik, ternyata kucing tersebut ada di atap
rumah tetanggaku itu. Pas sekali, sepertinya tetangga kami sedang keluar rumah,
jadi tidak ada yang mengecek keberadaan suara itu. Kucing tersebut sangat
cantik, berbulu abu putih dan lebat, terlihat seperti kucing rumahan karena
sangat bersih dan terurus. Dia terus mengeong di tepi atap dan terlihat seperti
meminta bantuan (*dia mengelus2kan
badannya ke atap tersebut, itu tanda dia sedang merayu). Dari gelagatnya, dia
nampak kesusahan untuk turun dari sana. Aku pun bingung bagaimana cara menurunkannya,
karena rumah tetanggaku itu hanya ada satu lantai, jadi cara untuk
menurunkannya hanya dengan menggunakan tangga (itu yang terpikir di otakku),
sementara kami tak punya.
“Keun we Mba, engke ge bisaeun turun, maenya bisa naik teu bisa turun? Jeung
jigana mah keur beger eta teh, da sok aya kucing lain nu nyampeurkeun..”
(*Udah biarin aja Mba, nanti juga bisa turun,
masa bisa naik ga bisa turun. Dan lagian kayaknya dia lagi beger deh, soalnya
suka ada kucing lain yang ngedeketin..)
Akhirnya mendengar sugesti itu aku pun berlalu, melanjutkan
perjalanan ke rumahku. Karena sepengetahuanku, kucing dapat dengan lincah
berpindah dari satu atap ke atap lain. Mungkin dia hanya perlu waktu. “Maaf ya Meng.. Moga cepet ketemu jalan turunnya.”
31 Januari 2014,
pukul 19.00 WIB(an).
“Meong.. Meong... Meong....”
Ya ampun, suara itu masih terdengar! Sepertinya Meng belum
menemukan jalan turunnya. Nuraniku (ceileh,
jeng..) merasa tak tega mendengarnya. Aku pun mengirim SMS pada Babeh,
dengan harapan Babeh cepat pulang dan berkenan membantu meng itu.
ISI SMS: “...(bla bla bla *rahasia). Beh, ada meng kejebak di atap tetangga, aku gatau cara nuruninnya ;(”
Namun babeh tidak menjawab SMS ku... Huft, gimana ini???
...
“Eh, Yu! Kayanya suara meng nya udah gada lagi ya?” (aku mengobrol dengan adikku)
“Asa udah ga ada Mba.”“Baguslah kalo gitu.”
Oke, sepertinya pertolongan Allah yang entah darimana sudah
datang ke meng. Aku jadi lega, karena setidaknya doaku sudah terjawab.
1 Februari 2014,
pukul 04.45WIB.
“Meonggg.. Meonggg... Meonggg...!!!”
Oh tidak!!! Ternyata meng masih terjebak di sana!!! Suaranya
pun terdengar lebih memekik dari sebelumnya, namun sepertinya dia juga kelelahan
(karena belum dapat makan-kah? Kasian ;( ). Aku pun berpikir keras, bagaimana
cara untuk menolongnya? Karena yang terpikir olehku hanya dengan tangga, aku
bisa membawa dia turun. Namun, sepertinya aku terlalu lama berpikir, bagaimana
jika karena ketidakpedulianku itu, meng mati kelaparan di sana?!! Yang aku tak habis
pikir, apa tetangga sekitar situ apa tidak ada yang peduli atau minimal merasa
terganggu dengan suaranya? Soalnya jarak rumah tempat meng terjebak ke rumahku
itu sekitar lima rumah. Tidak adakah yang mendengar? (duh, istighfar jeng! Husnuzhan-lah..)
Aaaah, ku putuskan untuk langsung keluar membantu meng. Kalau
kalian tanya apa rencanaku waktu itu, aku pun tak tahu! Yang terpikir hanya, “YAA
ALLAH, POKONYA TOLONG AKU, GIMANAPUN CARANYA!!!” Aku langsung pakai jilbabku,
ku buka pintu rumahku (sengaja ku buat
ribut, siapa tahu ada yang merespon dan membantu aku. Namun ternyata tidak ada!
*ngarep yang tak berbuah apa2), lalu aku berjalan menuju rumah tetanggaku
itu.
Jalanan masih sangat sepi, tak ada orang satupun yang bisa
aku mintai bantuan. Aku cari dimana meng berada, namun ternyata dia tidak ada
di atas atap rumah itu lagi, lalu aku panggil dia.
“Meng... ckckckck... Meng...?”
Lalu muncul suara meong dari atap rumah sebelah. Ternyata dia
sudah berpindah satu rumah, namun tetap tak bisa turun. Dia menuju tepi atap
lagi, merayuku untuk membantunya, haduh, kalau bahasa Sunda nya mah ‘meni palaur’, hmm apa ya padanan kata nya?
Intinya aku khawatir dia jatuh, karena atapnya lebih miring dan licin dari
rumah sebelah. Lalu aku usir dia untuk menjauh ke belakang, Alhamdulillah dia
pun menurut.
“Duh, gimana ya ini??”
Kreeeeeeek...
Tiba-tiba saja pintu rumah tersebut terbuka. Sepertinya penjaga
rumah tersebut. Wah, kesempatan bagus!
“Mba, maaf itu di atap rumah Mba ada kucing kejebak ga bisa turun. Udah ngeong dari kemarin. Bisa tolong diturunkan ga?”“Oh iya..” (sepertinya Mba nya welcome, tapi sedikit enggan)“Oh atau, bukain aja pintu balkonnya, nanti biar kucingnya bisa turun lewat dalam rumah.”“Ng...”“Oh, atau boleh saya ikut ke atas ga? Biar saya bawa kucingnya turun Mba.”“Oh iya boleh. Itu kucingnya Mba ya?”“Oh bukan Mba, gatau saya juga.”
Yes, aku berhasil! Selangkah menuju mission-completed! Mba nya sudah di lantai atas lebih dulu, aku pun
menyusul. Sepertinya Mba nya sedang sendirian, karena sangat sepi. Sesampainya di
atas, aku bingung harus masuk lewat kamar yang mana, karena ada 2 kamar yang
mungkin jadi jalan menuju balkon tersebut.
“Mba? Mba?”
Aku coba ketuk salah satu pintu, ya ampun ternyata ada suara
mengorok dari dalam kamar! Sontak aku kaget, khawatir mengganggu, nanti jadi
masalah. Lalu ku ketuk kamar satu lagi, namun tak ada jawaban. Lalu aku coba
nekat masuk, dan benar saja di situ Mba nya sedang menjaga pintu dan meng yang
nampak ingin masuk. Ooo, sepertinya Mba nya agak takut dengan kucing, makanya
dia enggan ketika ku minta untuk membawa kucing tersebut turun.
Karena khawatir kelamaan di rumah orang, cepat2 aku gendong
meng sambil turun ke bawah, diikuti Mba nya. Terdengar suara meng yang
sepertinya merasa senang (*ini
ditunjukkan oleh suara ‘grrr...grr...’ dari tenggorokannya). Ini membuat
aku tersenyum sendiri J.
“Makasih ya Mba, maaf ngerepotin.”“Oh iya Mba, gapapa..”
Aku pun keluar dari rumah tersebut, lalu kuturunkan meng dari
gendonganku. Dia masih mengeong, tadinya aku ingin memberinya makan, karena
sepertinya dia belum makan dari kemarin sore, tapi dia langsung berlari menuju
rumah itu lagi.
“Mba, langsung tutup aja pintunya, khawatir meng nya masuk.”“Oh iya Mba.”
Dari situ aku putuskan untuk membiarkan meng menjalani
hidupnya sendiri. Sudahlah, biar mandiri, sudah besar juga. (*gayanya..)
Aku pun langsung menuju ke rumah, lalu ibu muncul dengan
wajah kebingungan,
“Mba, dari mana?”“Itu, meng tea.”“Oh, kemarin teh belum bisaeun turun? Kirain teh udah. Mba teh nolongin?”“Hehe...”“Mba, mba..”
Ibu pun memelukku.
***
Astaghfirullah, semoga Allah melindungi kita dari sifat
riya. Apa yang ingin aku sampaikan adalah ingat ga, saat aku sama sekali tak
tahu apa rencanaku untuk membantu meng? Aku meminta pada Allah, “YAA ALLAH, POKONYA TOLONG AKU, GIMANAPUN
CARANYA!!!”. Saat aku mengucapkan itu, aku benar2 tak tahu apa yang aku ucapkan.
Yang selalu terngiang di benakku adalah perkataan salah seorang teteh yang aku hormati,
yang pada waktu itu akan melaksanakan pernikahannya setelah melalui perjuangan
yang panjang. Kurang lebih, saat aku tanya bagaimana kiat menghadapi perjuangan
yang panjang itu, dia bilang, “prinsip teteh, bantu aja urusan orang sebanyak2nya,
dan biar Allah yang membantu urusan kita”. Awesome!!! Yap, dengan itulah hati kita menjadi dipenuhi dengan
niat untuk membantu sesama dan bermanfaat bagi sesama, sehingga setidaknya
fokus kita teralihkan dari keinginan kita yang menggebu dan belum tercapai itu.
Biar ‘TANGAN’ Allah yang memegangnya
dan ikhlaskan diri menjadi perantara bantuan Allah untuk makhluk2Nya. Indah
kan? Oh ya, juga melalui cerita ini, aku berharap kita tak hanya berfokus untuk
membantu sesama manusia, tapi sesama makhluk Allah... ;)
Wallahu’alam bishshawwab..
No comments:
Post a Comment